Jakarta, SUARA TANGERANG – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar persidangan mendengarkan keterangan pihak terkait, yaitu Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung untuk pengujian materiil frasa “batal demi hukum” dalam Pasal 143 ayat (3) Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Kamis (16/6/2022).
Sidang yang akan digelar, pada pukul 10.00 WIB ini diregistrasi dengan nomor perkara 28/PUU-XX/2022. Permohonan ini dimohonkan oleh Umar Husni, seorang warga negara Indonesia.
Dikutip dari siaran pers MK, para Rabu (15/6/2002) disebutkan bahwa pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 143 ayat (3) KUHAP. “Pemohon menganggap bahwa dengan belum adanya penafsiran terhadap arti batal demi hukum terhadap Pasal 143 ayat (3) KUHAP, menyebabkan perkara yang dialami pemohon terus kembali berulangulang.”
Selain itu, pemohon merasa dengan belum adanya penafsiran tersebut Jaksa Penuntut Umum tidak memiliki batasan berapa kali dapat mengajukan perbaikan atas surat dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum, termasuk mengajukan perlawanan atas Putusan Sela ke Pengadilan Tinggi.
Dengan alasan itu, pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa “batal demi hukum” dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “harus dikembalikannya berkas perkara pada penyidik dengan pembatasan perbaikan hanya 1 (satu) kali.
Sebelumnya daalam sidang ketiga, Senin (30/5/2022) Anggota Komisi III DPR Taufik Basari memaparkan bahwa KUHAP tidak mengatur batas maksimum bagi penuntut umum untuk menyusun surat dakwaan baru sebagai respon dari dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan. Di dalamnya hanya mengatur syarat formil dan materil penyusunan surat dakwaan, sehingga sepanjang pokok perkara suatu perkara belum diperiksa lebih lanjut, maka penuntut umum dapat membuat surat dakwaan baru dalam perkara terkait.
Pada sidang keempat (8/6/2022) Lucky Agung Binarto selaku Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Ekonomi menyampaikan keterangan presiden.
Lucky pun memaparkan bahwa merupakan ranah kewenangan hakim untuk menyatakan putusan batal demi hukum pada Penjelasan Pasal a quo. Sifat dari ketentuan ini tidak murni dan tidak mutlak, namun agar suatu putusan dinyatakan batal demi hukum dan memiliki legalitas batal secara formal, maka harus ada tindakan dari pengadilan yang didasarkan pada UU. (1st)